Slider

Pages

26 Mei 2010

Kepercayaan untuk PKBM Himmata


Sedikit kutipan kesan untuk Sekolah Himmata :
ratnaisnasari.wordpress.com
Begitu memasuki area sekolah milik Himmata, kesan pertama adalah sejuk padahal letaknya di daerah panas dan gersang yaitu plumpang tanjung priok dekat pasar ular, dan masih masuk ke pedalaman gang pula. Mungkin suara gemercik air, bangunan panggung kayu, dan pepohonan hijau membuat suasana disitu jadi terasa sejuk padahal sih namanya daerah tanjung priok, sejak kapan terasa sejuk..
Inilah sekolah anak jalanan itu, begitu sekolah ini dikenal, meskipun dengan berjalannya waktu bukan lagi cuma anak jalanan yang bersekolah disitu tapi sudah merambah ke penduduk sekitar baik yang terdekat maupun yang lebih jauh. Saat aku berkunjung kesana jumlah murid konon sudah 600 orang. Sama seperti saat berkunjung ke sekolah Master
Depok, mendengar cerita guru dan pengelola tentang sejarah berdirinya sekolah ini selalu terbesit rasa kagum terhadap orang-orang yang peduli, berani dan berkorban demi membantu dan mengangkat derajat orang-orangberke susahan disekitarnya.


Himmata
Sarkono, Siswandi dan Murtado adalah tiga aktivis di ahir masa pemerintahan orde baru. Agak berbeda dengan sebagian aktivis yang idealis hanya saat jadi mahasiswa dan saat berdemo, mereka terlihat lebih jujur dan konsisten mempertahankan idealisme dan kepeduliannya terhadap masalah sosial. Meski untuk itu jalan berliku dan tidak enak harus di laluinya.
Tahun 1998 mereka ber “solo karier” di dunia jalanan masing-masing memiliki daerah “jajahan peduli” tetapi yang dapat diusahakan oleh masing-masing masih terbatas. Mereka hanya mengumpulkan, menampung sementara dan mengajari apa saja. Sampai ahirnya setahun kemudian, th 1999, mereka bergabung ber trio karir, dan bertekad untuk lebih serius menangani anak jalanan meskipun akan menghadapi berbagai masalah
sulit, misalnya, tempat penampungan. Yah namanya juga baru lulus perguruan tinggi, berapa banyak sih uang yang dapat mereka hasilkan per bulan? tapi.. seperti yang ahirnya aku yakini juga, niat baik selalu mendapatkan jalan keluar. Nyatanya bisa aja tuh mereka mengontrak (sebagian kecil) rumah untuk persinggahan, bahkan pada ahirnya MEMILIKI.
Kalau mengikuti urut-urutan logika, rasanya tak terbayangkan mereka bisa membeli rumah itu secara keseluruhan seharga 300 juta. Tapi sekali lagi, yakinlah akan niat baik. Dengan Bantuan Daarul Tauhid milik Aa Gym, ahirnya th 2004, sumbangan para dermawanpun mengalir sampai jumlah yang mencukupi, bahkan untuk renovasi. Dan sekolah itu mereka beri nama HIMMATA bukan bahasa Jepang lho.. ), artinya SEMANGAT/HARAPAN berasal dari bahasa Arab. Hmm… ternyata pas banget ya dengan tema blog ku yang penuh harapan; Tomorrow, you are ONLY a day a way….


Bukan pekerjaan mudah
Siapa bilang menarik anak jalanan untuk hidup lebih layak adalah mudah. Padahal hidup di jalanan mengandung banyak resiko, di perkosa misalnya, bukan hal yang tidak mungkin. Kasus “Babe” adalah resiko yang terberat yang mungkin dialami anak-anak. Dan, Sarkono pun sempat menyelematkan seorang anak perempuan yang hampir di perkosa. Tetapi, seperti kata psikolog Ibu Romi, mereka punya kebutuhan tertentu yang harus terpenuhi, seperti mencari nafkah untuk keluarga. Kalau mereka diam di penampungan dan berkegiatan seperti anak-anak pada umumnya berarti mereka tidak mencari uang. Selain itu sekian lama hidup di jalan membuat mereka sudah terbiasa dengan kebebasan, tidak ada aturan yang mengikat untuk tidak berbuat apapun atau untuk melakukan apapun. Oleh karena itulah membutuhkan pemikiran yang serius, kreatif dan komprehensif, bukan hanya sekedar perhatian musiman, untuk dapat benar-benar menarik mereka ke kehidupan normal anak-anak/remaja.
Itu juga yang terjadi di Himmata. Sampai saat ini pun anak-anak itu masih saja keluar masuk, tetapi syukurlah dari tahun ke tahun jumlah yang menetap semakin meningkat. Usaha yang konsisten terus berlanjut, ajakan untuk bersekolah dilancarkan bukan saja oleh anak-anak yang sudah menetap, tetapi juga oleh orang-orang lain dan orang-orang sekitar yang selalu menunjukkan sekolah Himata pada anak-anak jalanan atau yang tak bersekolah. Disamping itu Himmata pun memikirkan cara-cara lain agar dapat menarik perhatian serta mengundang mereka untuk datang. Seperti mengadakan acara musik untuk para pengamen di gedung sekolah Himmata. Mereka boleh tampil seperti layaknya sebuah lomba, mempertontonkan kebisaan mereka dihadapan juri, bahkan Dicky Dharmawan pun hadir karena musisi ini adalah partisipan guru musik disana. Dan ternyata cara itu cukup berhasil, apalagi yang namanya grup band sedang naik daun, sehingga sekolah Himmata pun semakin populer sebagai sekolah anak jalanan.
Ketika sejumlah anak sudah memutuskan untuk menetap. Bukan hal mudah juga untuk mengatur/mendidik mereka khususnya dalam hal disiplin dan mengatur dirinya sendiri. Kalau anda melihat foto diatas (lantai bawah rumah dan anak-anak yang menetap) tampak “piring makan raksasa” milik mereka. Bukan bermaksud tidak manusiawi, tetapi itu adalah keputusan terbaik setelah mengalami beberapa kali perubahan dalam tata cara makan Berapa kali piring dan sendok makan akhirnya satu persatu hilang entah kemana, dari jumlah sesuai anak menjadi hampir tidak ada. Awalnya semua milik bersama, ternyata hilang satu persatu. Lalu dicoba masing-masing diberi piring dan sendok pribadi, ternyata hilang juga satu persatu. Maka ahirnya jadilah seperti sekarang, makan bersama di piring raksasa, tanpa sendok maka barulah si piring pun lebih tahan lama.


Berusaha Mandiri
Meski ada sejumlah donatur tetap dan dadakan/musiman yang sedia membantu tetapi Himmata tetap berusaha menanamkan kemandirian pada anak-anak didiknya. Oleh karena itu ada beberapa usaha yang sudah mulai dirintisnya. Mereka diajari membuat sabun cari untuk cuci piring dan mobil, bahkan sudah mulai dipasarkan ke umum. Selain itu mereka juga menerima perserta ujian-ujian paket dari sekolah-sekolah lain, yang ke depan akan dikenakan biaya. Dirumah kecil tempat berkarya juga sedang di usahakan membuat kerajinan-kerajinan yang dapat dijual, dan kebetulan sekali mereka mempunyai seorang ibu guru yang trampil dan kreatif dalam membuat prakarya.
Bukan hanya donatur penyumbang dana, tetapi ada beberapa orang lainnya yang menyumbang dalam bentuk jasa dan
peralatan. Seperti misalnya musisi Dwiki Dharmawan sedia mengajar musik, lalu beberapa waktu lalu mereka menerima bantuan 2 set angklung dari saung mang Ujo lengkap dengan pengajarnya yg datang secara rutin khusus untuk mengajar angklung. Meski demikian masih banyak hal yang mereka butuhkan untuk menunjang proses ajar mengajar. Himmata juga membuka kelas komputer untuk meningkatkan ketrampilan/kemampuan anak didiknya. Para pengajar adalah siapa saja yang bersedia bekerja sosial, termasuk para pendiri, teman-teman dan alumni.

0 komentar: