Slider

Gedung PKBM Himmata

Digunakan untuk Pembinaan dan Pendidikan bagi Anak Jalanan, Yatim dan Dhuafa.

Usaha Mandiri Pembuatan Sabun Cair Glassklin dan Otoklin

Proses Produksi dan Distribusi sabun ke Pemerhati Himmata.

Kegiatan Belajar Mengajar Harian

Diantaranya PAUD, Paket A setara SD, Paket B Setara SMP dan Paket C Setara SMA.

Musyawarah Kerja

Program rutin yang dilakukan untuk merancang program kerja tahunan.

Primeir League Bersama Kementerian Sosial RI

Mitra Himmata dalam Pendidikan dan Pembinaan Olahraga..

Pages

24 Feb 2012

Meraih Cita-cita di Kawasan Kumuh

18 Jan 2012

Pelatihan Kuliner untuk Guru Himmata

Untuk mengembangkan potensi ekonomi keluarga guru, Yayasan Himmata belum lama ini (15/1/2012) menyelenggarakan pelatihan kreatifitas dan keterampilan usaha dengan materi tunggal yaitu pelatihan kuliner pembuatan somay dan bakso ikan. Kegiatan ini sepenuhnya didukung oleh Ibu Alida & Friends dan diikuti oleh pengurus, para guru, keluarga guru, anak panti dan pemerhati Yayasan Himmata.
Menurut Ibu Alida pelatihan seperti ini diharapkan mampu membangkitkan semangat usaha dan memberikan pengalaman baru tentang bagaimana membuat makanan yang bergizi, mudah dan murah sehingga memiliki prospek ekonomi yang baik guna menunjang kesejahteraan guru Himmata.
Dalam kegiatan tersebut, seluruh peserta juga mendengarkan langsung pengalaman Bapak Hariadi dari Solo yang mampu merintis usaha dari keadaan yang penuh ketiadaan menjadi pengusaha besar di berbagai bidang khususnya bidang penerbitan. Pengalaman Bapak Hariadi yang juga memiliki latar belakang sebagai guru dan tumbuh dari keluarga miskin diharapkan menginspirasi seluruh guru dan pengurus Himmata untuk bangkit bekerja dan berusaha.

10 Jan 2012

Siswi PKBM Himmata berlatih Tari Saman

Tari Saman merupakan jenis tari yang memadukan unsur gerak, bernyanyi dan kerjasama. Tari khas dari daerah Nangro Aceh Darussalam ini juga dinilai menjadi salah satu metode pengembangan otak kanan. Siswi PKBM dan anak panti putri Yayasan Himmata mendapat kesempatan berharga untuk berlatih tari Saman di bawah bimbingan dua orang Guru dari Yayasan Yasika Medan Sumatera Utara.
Latihan tari Saman ini tidak lepas dari kerjasama Himmata dengan Yayasan Yasika di bawah binaan Ibu Silvy yang mengirimkan dua orang guru (Rika dan Titin) untuk memberikan pelatihan otak kanan kepada anak-anak binaan Yayasan Himmata selama kurang lebih dua pekan dari tanggal 21 Desember 2011 hingga 4 Januari 2012.
Pelatihan tari ini merupakan yang pertama diikuti oleh siswa-siswi PKBM Himmata dan akan dicoba untuk dapat terus dikembangkan untuk melengkapi berbagai jenih pelatihan seni dan musik yang telah ada seperti seni musik angklung, seni kreatifitas daur ulang.

Struktur Pengurus PKBM Himmata 2012

7 Sep 2011

Renovasi Gedung PKBM Himmata

Sejak menjelang dan memasuki tahun ajaran baru 2011/2012, Yayasan Himmata memulai rencananya untuk merenovasi gedung pendidikan PKBM Himmata. Hal ini dilakukan mengingat kondisi gedung yang sudah mengalami kerusakan di beberapa titik sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu proses belajar mengajar yang berlangsung. Para Pemerhati Himmata baik dari kelembagaan maupun pribadi ikut berpartisipasi dalam proses renovasi tersebut. Setelah pada bulan Juni berhasil membangun satu kelas baru untuk Paket C yang disponsori penuh oleh Starbucks Asia, maka selanjutnya pada bulan Juli renovasi gedung pendidikan PKBM Himmata dimulai secara bertahap.Tahap pertama adalah perbaikan lantai halaman kelas dan pagar sekolah, alhamdulilah tahap tersebut telah diselesai dikerjakan.
Tahap berikutnya adalah renovasi tiang dan lantai kelas. Renovasi tiang dan lantai kelas ini mendapat dukungan langsung dan penuh dari Bank Indonesia. Tahap perbaikan tiang dan lantai ini diharapkan dapat selesai sebelum tanggal 17 Agustus 2011 (tampak dalam gambar di bawah ini proses perbaikan tiang dan lantai kelas (30/7/2011).

Pada saat yang bersamaan juga sedang direnovasi total salah satu kelas Paket C PKBM Himmata. Renovasi kelas Paket C sebagai tampak dalam gambar berikutnya dibiayai penuh oleh Bapak Faisal dan rekan-rekan alumni ITB angkatan 2001, diharapkan sebelum Idul Fitri renovasi kelas Paket C ini dapat terselesaikan (minimal 80%).

Selain merenovasi gedung pendidikan, Himmata juga sedang mempersiapkan pemugaran dan pembangunan ulang kantor PKBM Himmata sebagai pusat administrasi dan pelayanan pendidikan Paket A, B dan C. ke depan Himmata juga merencanakan pembangunan laboratorium bahasa untuk melengkapi sarana pembelajaran yang sudah ada yakni laboratorium komputer , guna mendukung pencapaian kompetensi siswa dalam berbahasa. Oleh karena itu dukungan nyata dari seluruh masyarakat dan pemerhati Himmata sangat kami nantikan guna peningkatan kualitas pembinaan dan pendidikan anak jalanan, yatim dan anak keluarga miskin.

28 Agu 2011

PKBM Himmata di Majalah LIFESTYLE

Gedung Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Himmata Jakarta, sangat sederhana. Berada di sekitar rawa-rawa, Tanah Merah, Koja Jakarta Utara. Jalan menuju lokasi pun melalui gang sempit penuh liku yang hanya bisa dilalui sepeda motor. Tapi di tempat inilah asa sekitar 600 orang pengemis jalanan, anak terminal, yatim piatu dan anak-anak dari keluarga miskin dibentuk dan diasah. Mereka mengikuti kejar paket A (setara SD), paket B (setara SMP) dan paket C (setara SMU).


Menurut Ketua PKBM Himmata, Nurrahman, S.PD, menjelaskan Yayasan Himmata sendiri berdiri tahun 1997 dan mendapat legalitas 2000. Sementara PKBM berdiri 2001 dan resmi membuka layanan pendidikan tahun 2004.

Awalnya memang hanya untuk anak jalanan, anak duafa, anak yatim piatu piatu. Tapi dalam perkembangannya kemudian, sekolah ini banyak diminti orang umum karena mungkin mereka secara finansial mereka tidak mampu membayar uang sekolah di sekolah formal dan ada pula pula yang tidak bisa memenuhi syarat administrative. Misalnya bererapa anak yang menimba ilmu di tempat ini tidak memiliki akte kelahiran.
Anak jalanan sendiri dibagi dua. Pertama; anak jalanan yang sudah mau merubah diri dan ikut secara aktif mengikuti pelajaran di PKBM sebagaimana lazimnya sekolah yang harus ada jam belajar. Kedua, anak jalanan yang belum mau berubah mengikuti aturan sekolah. Mereka ini tetap dibiarkan kembali ke terminal sambil terus lakukan pendekatan tahap demi tahap. Anak jalanan kelompok kedua ini disebut binaan khusus. 

Anak-anak kita ini benar-benar dari latar belakang yang kurang beruntung. Ada anak yang tidak tahu siapa orang tuanya, ada bekas bajing loncat yang biasa menguras muatan truk, ada bekas copet dalam bus bahkan copet Kereta Api antar kota. Dengan latar belakang yang demikian, makanya agak sulit mengajak mereka mengikuti norma atau aturan. Namun kami tidak patah semangat. Biasanya kami mmengundang mereka lewat pagelaran music Temu Anak Jalanan di PKBM sekali seminggu. Sehingga mereka yang masih suka brutal bisa melihat kemajuan teman-temannya yang sudah mau ‘dijinakkan. Tapi terus terang, tidak semua mau kita rangkul. Banyak juga yang akhirnya terpental,” kata Nurrohman, S.Pd. 

Memang di PKBM Himmata ada 3 mata pelajaran unggulan. Yakni bermain music, sekarang sudah punya studio sendiri berkat sumbangan dari artis-artis papan atas di Jakarta diantaranya Ikang Fauzi, Dwiki Darmawan, dll. Kini PKBM Himmata sudah punya Grup Band, yang diberi nama Natural Band yang dalam waktu dekat akan segera masuk dapur rekaman. Seluruh personilnya adalah bekas pengamen jalanan.
Bahkan ada beberapa anak dari PKBM Himmata yang yang berhasil membintangi 3 film. Yakni film Alangkah Lucunya Negeri ini yang disutradarai oleh Dedy Miswar, film Obama Anak Menteng dan Ketika Hati Bergetar yang digarap pada bulan puasa 2010 lalu. “Dia juga betul-betul anak jalanan. Tapi sudah mau berubah,” tambah Nurrohman.

MENGABDI JADI PENGAJAR
Carnasim, Nurohman, Darwin & Syahrudin
Salah satu angkatan pertama dari Yayasan Himmata adalah Syahrudin. Kepada LIFESTYLE pria yang sudah menikah 6 bulan lalu ini menceriterakan, dirinya dibesarkan dari keluarga broken home. Tahun 1996 dia lulus SD tapi karena tidak kerasan di rumah, dia jadi pemulung di daerah Jakarta Utara. Tahun 1998, dia ditemui seseorang di sebuah tempat dan mengajaknya pulang. Ternyata dibawa di Tempat Pengajian Qur’an (TPQ) milik Yayasan Himmata. Kemudian terus dididik hingga lulus kejar paket C (setara SMU). Kini Syahrudin menjadi Kepala Sekolah Kejar Paket B (SMP).

begitu juga dengan rekan Syahrudin, Saiful Bahri/ Roni (salah satu angkatan pertama yang aktif dijalanan). “Saya tidak tahu mau jadi apa sekarang seandainya tidak ditarik Himmata 15 tahun yang lalu. Dulu kalau saya bosan mengemis di terminal Tanjung Priok, saya pergi naik KA ke Semarang, Yogyakarta atau ke Surabaya sambil ngemis. Tapi di Himmata, saya banyak sekali mendapat ilmu. Termasuk sekarang saya dipercaya menjadi translater atau penerjemah bila ada tamu asing datang. Makanya saya mengabdikan ilmu yang saya dapat kepada teman-teman sesame anak jalanan,” kata Pak Guru yang biasa dipanggil Bejo ini. 


TAMU MENTERI DAN DUBES
PKBM Himmata memang sering dikunjungi LSM asing dan Duta Besar (Dubes) Negara sahabat. “Mereka sangat care dengan kami. Ada yang menyumbangkan kursi dan meja belajar, ada juga yang menyumbangkan beberapa unit computer. Kepercayaan berbagai kalangan dari dalam dan luar negeri memberikan sumbangan tak lepas dari keterbukaan manajemen. Mungkin ini PKBM satu-satunya di Indonesia yang sudah menggunakan auditor independent,” kata Nurrohman.

Pengusaha papan atas, artis ibukota dan Menteri tercatat pernha mengunjungi. Sebut saja Menteri Sosial DR. H. Salim Segaf Al Jufrie dan Menteri Pendidikan Nasional Prof. DR. Moh Nuh DEA.

Kurikulum pendidikan PKBM Himmata memang agak berbeda dengan sekolah umum. Disini program unggulan ada tiga, yakni main musik atau band, membuat kerajinan dari berbaga limbah dan service hp. Pendukung lain, membuat sampo pencuci piring, sampo motor dan sampo mobil. Bahkan sedang dikembangkan pelajaran membuat jamu dan es krim atas kerjasama dengan PT Mahkota Dewa Indonesia.

Semua guru-guru di sini tidak mungkin betah mengajar kalau bukan karena panggilan jiwa. Ada kebahagiaan luar biasa dalam hati setelah mengajarkan sesuatu yang bermanfaat bagi anak-anak ini. Saya yakin, kami kuat juga berkat doa mereka,” kata Sulastri, yang menjadi pengajar bidang kerajinan.
Gaji atau honor mengajar memang tidak bisa diharapkan. Sejak berdiri tahun 2004-2010, semua siswa betul-betul dibebaskan dari biaya. Bahkan adakalanya pihak Yayasan Himmata harus menyiapkan seragam dan sepatu sekolahnya. Tapi sejak tahun 2010 semakin banyak anak dari masyarakat umum memasukkan anaknya ke sekolah ini. Akhirnya pihak Yayasan bermusyawarah dengan wali murid dan disepakati bagi yang mampu memberi infak atau dana suka rela. Untuk paket A atau setara SD itu Rp 15.000/bulan, paket B setara SMP Rp 20.000/bulan dan Paket C setara SMU disepakati Rp 25.000. Karena tidak ada istilah dikeluarkan dari sekolah gara-gara tidak bayar infak, nyatanya ada yang bayar cuma Rp 5.000/bln, ada yang bayar Rp 10.000. Robinson Simarmata

Pentingnya Pendidikan Menurut Islam


Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.
Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.


Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185) 


Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.

Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:
Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.
Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.
Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.
Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
  1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
  2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
  3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.

Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.
Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).

Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.


Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:

Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.

Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN)

Masih Adakah Ruang Bagi Anak Jalanan

Hampir saja lupa kalau 23 Juli telah ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Momentum seperti ini seharusnya bisa dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap silang-sengkarutnya dunia anak yang terkebiri dan termarginalkan. Tak jarang anak-anak dari keluarga tak mampu sering “dipaksa” untuk secepatnya menjadi dewasa dengan beban tanggung jawab ekonomi keluarga secara berlebihan sehingga mereka tak sempat menikmati masa kanak-kanak yang ceria dan menyenangkan. Sudut-sudut kota pun sarat dengan keliaran anak-anak jalanan. Ironisnya, tak sedikit aparat yang menilai kehadiran mereka sebagai sampah masyarakat yang mesti dikarantina tanpa ada kemauan politik untuk membebaskan mereka dari cengkeraman kemiskinan dan ketidakadilan. Anak jalanan, agaknya masih menjadi salah satu problem klasik negara-negara berkembang, termasuk di negara kita. Kehadiran mereka di sudut-sudut kota yang pengap dan kumuh bisa jadi sangat erat kaitannya dengan jeratan kemiskinan yang menelikung orang tuanya. Masih jutaan keluarga di negeri ini yang hidup di bawah standar kelayakan. Untuk menyambung hidup, mereka dengan sengaja mempekerjakan anak-anak untuk berkompetisi di tengah pertarungan masyarakat urban yang terkesan liar dan kejam. Kekerasan demi kekerasan seperti mata rantai yang menempa sekaligus menggilas anak-anak miskin hingga akhirnya mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang terbelah. Tentu saja, kita tidak bisa bersikap apriori dengan mengatakan, “Salahnya sendiri, kenapa miskin?” Hmmm … kalau saja mereka punya pilihan untuk dilahirkan, sudah pasti tak ada seorang pun anak manusia yang ingin lahir dan besar di tengah-tengah deraan kemiskinan orang tuanya.
Dari sisi latar belakang kehidupan keluarga yang sangat tidak nyaman untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, sesungguhnya tak ada tempat untuk menyia-nyiakan anak-anak miskin yang terlunta-lunta hidup di jalanan. Kehadiran mereka justru perlu diberdayakan dengan sentuhan lembut penuh kemanusiawian. Namun, berkembangnya sikap latah dan kemaruk ingin menjadi kaum borjuis dan bergaya hidup feodal secara instan agaknya telah membakar dan menghanguskan nilai-nilai kemanusiawian itu. Alih-alih menyantuni, gaya hidup borjuasi dan feodalistik itu, disadari atau tidak, justru telah memosisikan anak-anak jalanan makin kehilangan kesejatian dirinya. Kata-kata kasar dan perlakuan tak senonoh sudah menjadi hiasan hidup dalam keseharian anak-anak jalanan. Orang-orang kaya yang seharusnya bisa memberdayakan dan menggerakkan semangat hidup mereka justru makin tenggelam dalam sikap hipokrit, pongah, dan kehilangan kepekaan terhadap nasib sesama.
Kondisi itu diperparah dengan sikap negara yang belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan memadai buat mereka. Melalui tangan-tangan aparatnya, anak-anak jalanan justru digaruk dan dihinakan di atas mobil bak terbuka; diarak dan dipertontonkan kepada publik. Sungguh, sebuah perlakuan purba yang jauh dari nilai-nilai kesantunan masyarakat beradab.
Kini, ketika momentum HAN itu tiba, tak jugakah kita tergerak untuk menjadikan anak-anak jalanan sebagai generasi masa depan yang punya hak untuk hidup secara layak di bumi yang konon “gemah ripah loh jinawi” ini? Sudah tak ada ruangkah bagi mereka untuk bersemayam di dalam rongga hati kita hingga akhirnya mereka benar-benar harus kehilangan masa depan? ***

13 Okt 2010

Akreditasi Program Paket B dan Lembaga PKBM Himmata




Tim BAN PNF Jakarta hari Senin, 11 Oktober 2010 mendatangi PKBM Himmata untuk melakukan Akreditasi Program Paket B. Tujuan dilaksanakannya Akreditasi adalah : 

1) Untuk meningkatkan mutu pendidikan kesetaraan paket B dan 
    lembaga PKBM
2) Untuk peningkatan SDM tenaga pendidik/tutor,
3) Sebagai syarat untuk bisa Go Nasional. 

Demikian penjelasan yang disampaikan oleh ketua PKBM Himmata Bpk. Nurohman, S.Pd saat memberikan sambutan selamat datang kepada Tim BAN PNF . Tim Akreditasi Paket B yang dipimpin oleh Ibu Nureni Ekaningrum, M.Pd (Assesor 1) dan Bpk. Asep Mulyana, M.Pd (Assesor 2)  menyampaikan bahwa Syarat Akreditasi harus memenuhi delapan standar yang telah ditentukan BAN PNF yaitu Standar Isi, Standar proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian.
“Meski PKBM Himmata hanyalah sekolah non formal, namun jangan pandang sebelah mata. Prestasi yang diraih tak kalah dengan sekolah formal lainnya”.  Demikian harapan yang disampaikan oleh Sarkono,S.Sos.I salah seorang Tutor di PKBM dan sekaligus Sekretaris Yayasan Himmata. 

Sementara itu, dibulan yang sama tepatnya kamis, 14 Oktober 2010 Tim BAN PNF kembali mendatangi PKBM Himmata. Sama halnya dengan Program Paket B yang telah diakreditasi sebelumnya, kali ini Lembaga PKBM Himmata yang kembali diakreditasi. Harapan bersama yaitu dengan adanya atau tidak adanya akreditasi ini, PKBM Himmata tetap dapat meningkatkan kualitas SDM, akuntabilitas terhadap donatur terkait dan kepercayaan masyarakat yang begitu besar terhadap Himmata, sehingga kedepannya makin banyak anak-anak yang belum mendapatkan haknya untuk mengenyam pendidikan dapat terwujud. Begitulah harapan yang disampaikan Syahrudin Kordinator Paket B PKBM Himmata.

3 Jun 2010

Pendidikan Bagi Anak Jalanan, Yatim, & Dhu'afa

Sepertinya sebagian anak yang hidup di jalanan yang ada Kota Priuk saat ini patut mendapatkan pendidikan. Pasalnya, bangku pendidikan yang senantiasa diimpikan oleh setiap anak dan mungkin tidak dibayangkan bisa diraih oleh anak jalanan. Saat ini PKBM Himmata di pertengahan tahun 2010 ini rencananya hakan membuka kelas khusus bagii para anak jalanan.

Adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat  yakni sekolah untuk anak jalanan dan anak yang kurang beruntung, yang dikelola langsung oleh Yayasan Himmata Jakarta. Penyelenggaraan pendidikan bagi anak jalanan, yatim & kurang mampu sebenarnya sudah lama dilaksanakan semenjak tahun 2004, bahkan hampir 1000 anak yang telah dibina dari tingkat Tk/PAUD, Paket A/SD, Paket B /SMP dan Paket C/SMA sampai Beasiswa keperguruan tinggi.

Menurut Ketua Yayasan Himmata Bpk. H. Siswandi ," peserta didik di Sekolah Kita terdiri dari para anak usia di bawah 20 tahun yang selama ini hidup di jalanan, baik kesehariannya mengamen atau memulung barang bekas. Kami juga memfokuskan untuk anak jalanan yang belum pernah mengenyam bangku sekolah formal atau korban putus sekolah,” terangnya.

Meski begitu ternyata para siswa Sekolah/ anak binaan Kita tidak seluruhnya berdomisili asli Kota Jakarta, ada pula anak jalanan yang berasal dari luar daerah Jakarta seperti Tangerang hingga Tegal, Jawa Tengah. “Kami terbuka dengan semua anak jalanan, yatim, dan kurang mampu, karena kami menyadari tingkat mobilitas mereka sangat tinggi,” tuturnya.

Orangtua Takut
Jadwal belajar setiap pekan, pada hari Senin- Jumat (utk PAUD & Paket A) dan senin -Jum'at (utk paket B & C). Sedangkan jam pelajaran akan dimulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. untuk paket A./SD & PAUD, pukul 13.00 - 17.00 utk paket B/SMP & Paket C/SMA  Sebagai materi pembelajaran di sekolah, diberikan sama persis dengan sekolah formal dan berpacuan pada KTSP dan kondisional.

Sekolah Kita tampaknya tidak senantiasa berjalan lancar sebab mereka juga dihadapkan kendala pada rendahnya motivasi menyekolahkan anak pada orangtua anak jalanan tersebut. “Ada anak yang ingin sekolah tetapi orangtuanya tidak mengizinkan karena alasan ekonomi,” ujar ketua PKBM Himmata Nurrohman
.
PKBM Himmata pun gencar memberikan sosialisasi kepada orangtua anak jalanan tentang pentingnya pendidikan. Sebab, menurut Pa Nur yang paling utama adalah bagaimana merubah mandset orangtua dan anak jalanan agar memiliki motivasi dan pemikiran jauh ke depan. “Kami mencoba menumbuhkan pemikiran mereka untuk mau berpikir ke depan, agar meski orangtua mereka sebagai pengamen anaknya harus memiliki motivasi meraih pekerjaan lebih baik dari orangtuanya kini,” tandasnya. Sekadar catatan anak jalanan di Sekolah Kita mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya bahkan diantara mereka mendapatkan beasiswa yang berkelanjutan jika memang keinginan kuat mereka untuk sekolah terus dipertahankan,(udn)

26 Mei 2010

Mereka Di Urus Temannya

Fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara. Itu bunyi Pasal 34 UUD 1945, tetapi nyatanya bunyi pasal itu seolah menjadi, fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh temannya.... Begitulah gambaran kehidupan anak jalanan yang tinggal di rumah singgah atau pondok penampungan. windoro adi/ Clara Wresti/Agnes Rita S
Melihat anak-anak berkeliaran di jalan terlebih di bawah siraman hujan sungguh memilukan hati. Banyak warga terketuk, lalu memberi uang sedekah, sekalipun mereka sadar bukan hal itu yang sesungguhnya dibutuhkan anak-anak itu.
Tak seharusnya anak-anak (0-18 tahun) berkeliaran di jalan menentang bahaya kejahatan atau kecelakaan demi sesuap nasi. Namun, kenyataan tak selalu sama dengan harapan. Kemiskinan, kondisi keluarga yang pecah, orangtua tak bertanggung jawab membuat anak-anak itu terlempar ke jalanan menjadi peminta-minta atau pengamen.
Siapa peduli dengan mereka? Pemilik dan pengelola rumah singgah tentunya. Mengapa bukan dinas sosial? Harus diakui, peran pemerintah langsung di lapangan tak tampak menonjol. Menyebut panti milik pemerintah justru membuat anak jalanan ketakutan. Panti sosial seolah menjadi momok, sebaliknya terjadi kedekatan hubungan antara anak jalanan dan pengelola rumah singgah tertentu.
”Kata Ibu, sanggar ini sama dengan sekolah,” ucap Ayunita (9). Ibu yang dimaksud adalah pembimbing di rumah singgah Sanggar Indonesia Street Children Organization (ISCO) di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Bocah yang keluar dari sekolah menjelang kenaikan kelas II SD itu kini bergabung dengan belasan anak lain di ISCO. Aktivitas sanggar ada di ruang kontrakan sesak yang terisi 10 bocah dan Yani, pendampingnya.
Ayu—panggilan Ayunita—berada di antara teman yang belajar huruf Arab atau mengerjakan soal Matematika. Sesekali Ayu mendapat giliran berhitung. Dia masih bisa penambahan, pengurangan, dan sedikit perkalian. Saat Ayu masih sekolah di Karawang, Jawa Barat, setengah tahun silam, ibunya meminta Ayu keluar dari sekolah.
Saat Lebaran, ibunya mengajak Ayu mengemis masuk-keluar masjid. Itu saat Ayu merasakan turun ke jalan mencari uang. Ayu dan ibunya lalu tinggal di Kebun Melati Tanah Abang yang memiliki lingkungan kumuh, lalu belajar di ISCO yang mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Seusai belajar, anak-anak bermain, sementara pendamping menyediakan susu dan makanan. Setelah menyantap hidangan, mereka kembali ke rumah masing-masing.
Antara rumah singgah yang satu dan yang lain memiliki kemampuan finansial berbeda, ada yang sedang-sedang saja, cukup kaya, tetapi ada pula yang pas- pasan. Saking pasnya, anak-anak yang datang ke sana hanya mendapat makanan ketika puasa dan Lebaran tiba. Itulah yang terjadi di Rumah Singgah Putra Bangsa Duren Sawit, Jakarta Timur.
Ia berada di sekitar hunian untuk 500 pemulung. Gundukan sampah plastik dan rongsokan logam setinggi lebih dari satu setengah meter seakan mengelilingi rumah singgah yang dipimpin Mariana itu.
Sejak berdiri, rumah singgah itu menjadi tempat membimbing 100 anak. ”Anggota resminya cuma 60 anak, tapi yang ke sini bisa 100 anak. Usia dari 6- 18 tahun,” tutur Karim, pekerja sosial lain di rumah singgah yang berdiri tahun 2000 tersebut. Menurut Mariana (38), anak-anak mendapat siraman rohani, pelatihan keterampilan, taman bacaan, dan sekolah informal tingkat TK-SD bagi anak pengamen jalanan.
”Acara berlangsung tiap sore sebab dari pagi hingga menjelang sore, anak-anak ada yang sekolah, mengamen, memulung, dan ada yang melakukan ketiganya,” katanya. Untuk keterampilan, ujar Karim, sanggar mendapat bantuan dari Suku Dinas Sosial Jaktim.
Pendidikan berlangsung di tempat yang berpindah-pindah. ”Untuk keterampilan memasak di warung tegal. Bila ada pelatihan keterampilan montir, berlatih di bengkel. Keterampilan merias dan busana berlatih di salon,” papar Karim.
Biaya pelatihan dan transpor ditanggung suku dinsos. Jumlah peserta dibatasi, tak lebih dari 10 orang. Pelatihan ini tidak rutin. Bergantung pada suku dinsos. ”Setahun sekali atau dua kali saja. Lainnya cuma pengajian, taman bacaan, dan pemberian beasiswa dari donatur tak tetap,” ujar Karim. Pengasuh berupaya membuat anak-anak mandiri, tetapi belum berhasil.
Menurut Mariana, rumah singgah milik Yayasan Bahrul Mustafa yang didirikan Ruchiyat ini tak pernah menerima dana dari pemerintah, selain paket pelatihan yang tak bisa diduga kapan datangnya. ”Dana kerja rutin cuma dari Pak Ruchiyat sebulan sebesar Rp 1,5 juta. Lima pekerja sosial di sini tidak dibayar, termasuk saya. Tetapi, kami senang dan baik-baik saja,” ucapnya.
Karim menambahkan, bantuan baru mengalir saat bulan puasa. ”Umumnya, buka puasa sama amplop buat anak-anak,” ungkapnya.
Mariana menjelaskan, tiap tahun, bangunan sanggar yang lebih mirip posko ini tergenang air setinggi pinggang orang dewasa. Kelima pekerja sosial repot menyelamatkan koleksi buku bacaan serta perangkat kerja. Beberapa kali, komputer, kipas angin, dan televisi di posko rusak karena tergenang air. Karim bermimpi, andai ada donatur mau mengubah posko menjadi dua lantai, pasti perangkat kerja dan koleksi buku tak bolak-balik rusak.
Suasana amat berbeda tampak di Pondok Himmata atau Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota Jakarta Utara yang memiliki rumah mewah untuk menampung anak jalanan.
Jumat (29/1) siang suara musik terdengar dari radio mengiringi enam remaja yang mengemas cairan berwarna hijau ke dalam botol-botol plastik. Ada yang menuang, menyegel, dan menempel label merek. Keenam remaja itu anak jalanan yang biasa beredar di kawasan Plumpang, Koja, Jakarta Utara. Mereka mengerjakan pesanan 6.000 botol sabun cuci piring dan sampo mobil dengan upah Rp 50.000 per hari.
Pondok Himmata bukan rumah singgah, tetapi rumah yang tempat tinggal sehari-hari 40 anak jalanan. Di sana mereka makan, tidur, bersekolah, dan mengaji.
Bangunan bergaya mediteranian, bercat hijau, oranye, dan putih, bertingkat dua, lantainya berkeramik, dan tampak bersih. ”Kami sengaja membuat rumah ini tampak bagus agar anak- anak ini bangga. Wah, rumah kami bagus,” kata Sarkono, salah seorang pendiri Himmata.
Kondisi fisik Himmata memunculkan tanya, dari mana Himmata punya uang untuk biaya operasional. Sarkono mengaku, uang milik Himmata tidak banyak. Namun, tiap kali perlu sesuatu, selalu ada yang memberi. ”Waktu kami ingin punya rumah ini, ternyata ada orang yang mengumpulkan dana, lalu membangunkan rumah ini. Begitu juga dengan sekolah dan sanggar Himmata. Semuanya masyarakat dan donatur yang membangun,” cerita Sarkono yang menjadi guru Bahasa Indonesia di Sekolah Himmata.
Untuk uang saku anak jalanan ini, Himmata melatih anak usia 15 tahun ke atas membuat sabun cuci piring, sampo mobil, membuka tempat cuci motor, juga mengamen. Ada beberapa anak menjadi figuran sinetron atau film layar lebar. ”Upah mereka kami yang menyimpan, tetapi anak-anak bisa memintanya kapan saja sepanjang untuk keperluan mereka. Semuanya dicatat,” cerita Sarkono.
Rumah singgah, pondok, dan pengelola serta penyumbang yang tulus hati bisa membuat anak-anak tak lagi ke jalan sehingga terhindar dari upaya kekerasan dari pihak lain.

Kepercayaan untuk PKBM Himmata


Sedikit kutipan kesan untuk Sekolah Himmata :
ratnaisnasari.wordpress.com
Begitu memasuki area sekolah milik Himmata, kesan pertama adalah sejuk padahal letaknya di daerah panas dan gersang yaitu plumpang tanjung priok dekat pasar ular, dan masih masuk ke pedalaman gang pula. Mungkin suara gemercik air, bangunan panggung kayu, dan pepohonan hijau membuat suasana disitu jadi terasa sejuk padahal sih namanya daerah tanjung priok, sejak kapan terasa sejuk..
Inilah sekolah anak jalanan itu, begitu sekolah ini dikenal, meskipun dengan berjalannya waktu bukan lagi cuma anak jalanan yang bersekolah disitu tapi sudah merambah ke penduduk sekitar baik yang terdekat maupun yang lebih jauh. Saat aku berkunjung kesana jumlah murid konon sudah 600 orang. Sama seperti saat berkunjung ke sekolah Master
Depok, mendengar cerita guru dan pengelola tentang sejarah berdirinya sekolah ini selalu terbesit rasa kagum terhadap orang-orang yang peduli, berani dan berkorban demi membantu dan mengangkat derajat orang-orangberke susahan disekitarnya.


Himmata
Sarkono, Siswandi dan Murtado adalah tiga aktivis di ahir masa pemerintahan orde baru. Agak berbeda dengan sebagian aktivis yang idealis hanya saat jadi mahasiswa dan saat berdemo, mereka terlihat lebih jujur dan konsisten mempertahankan idealisme dan kepeduliannya terhadap masalah sosial. Meski untuk itu jalan berliku dan tidak enak harus di laluinya.
Tahun 1998 mereka ber “solo karier” di dunia jalanan masing-masing memiliki daerah “jajahan peduli” tetapi yang dapat diusahakan oleh masing-masing masih terbatas. Mereka hanya mengumpulkan, menampung sementara dan mengajari apa saja. Sampai ahirnya setahun kemudian, th 1999, mereka bergabung ber trio karir, dan bertekad untuk lebih serius menangani anak jalanan meskipun akan menghadapi berbagai masalah
sulit, misalnya, tempat penampungan. Yah namanya juga baru lulus perguruan tinggi, berapa banyak sih uang yang dapat mereka hasilkan per bulan? tapi.. seperti yang ahirnya aku yakini juga, niat baik selalu mendapatkan jalan keluar. Nyatanya bisa aja tuh mereka mengontrak (sebagian kecil) rumah untuk persinggahan, bahkan pada ahirnya MEMILIKI.
Kalau mengikuti urut-urutan logika, rasanya tak terbayangkan mereka bisa membeli rumah itu secara keseluruhan seharga 300 juta. Tapi sekali lagi, yakinlah akan niat baik. Dengan Bantuan Daarul Tauhid milik Aa Gym, ahirnya th 2004, sumbangan para dermawanpun mengalir sampai jumlah yang mencukupi, bahkan untuk renovasi. Dan sekolah itu mereka beri nama HIMMATA bukan bahasa Jepang lho.. ), artinya SEMANGAT/HARAPAN berasal dari bahasa Arab. Hmm… ternyata pas banget ya dengan tema blog ku yang penuh harapan; Tomorrow, you are ONLY a day a way….


Bukan pekerjaan mudah
Siapa bilang menarik anak jalanan untuk hidup lebih layak adalah mudah. Padahal hidup di jalanan mengandung banyak resiko, di perkosa misalnya, bukan hal yang tidak mungkin. Kasus “Babe” adalah resiko yang terberat yang mungkin dialami anak-anak. Dan, Sarkono pun sempat menyelematkan seorang anak perempuan yang hampir di perkosa. Tetapi, seperti kata psikolog Ibu Romi, mereka punya kebutuhan tertentu yang harus terpenuhi, seperti mencari nafkah untuk keluarga. Kalau mereka diam di penampungan dan berkegiatan seperti anak-anak pada umumnya berarti mereka tidak mencari uang. Selain itu sekian lama hidup di jalan membuat mereka sudah terbiasa dengan kebebasan, tidak ada aturan yang mengikat untuk tidak berbuat apapun atau untuk melakukan apapun. Oleh karena itulah membutuhkan pemikiran yang serius, kreatif dan komprehensif, bukan hanya sekedar perhatian musiman, untuk dapat benar-benar menarik mereka ke kehidupan normal anak-anak/remaja.
Itu juga yang terjadi di Himmata. Sampai saat ini pun anak-anak itu masih saja keluar masuk, tetapi syukurlah dari tahun ke tahun jumlah yang menetap semakin meningkat. Usaha yang konsisten terus berlanjut, ajakan untuk bersekolah dilancarkan bukan saja oleh anak-anak yang sudah menetap, tetapi juga oleh orang-orang lain dan orang-orang sekitar yang selalu menunjukkan sekolah Himata pada anak-anak jalanan atau yang tak bersekolah. Disamping itu Himmata pun memikirkan cara-cara lain agar dapat menarik perhatian serta mengundang mereka untuk datang. Seperti mengadakan acara musik untuk para pengamen di gedung sekolah Himmata. Mereka boleh tampil seperti layaknya sebuah lomba, mempertontonkan kebisaan mereka dihadapan juri, bahkan Dicky Dharmawan pun hadir karena musisi ini adalah partisipan guru musik disana. Dan ternyata cara itu cukup berhasil, apalagi yang namanya grup band sedang naik daun, sehingga sekolah Himmata pun semakin populer sebagai sekolah anak jalanan.
Ketika sejumlah anak sudah memutuskan untuk menetap. Bukan hal mudah juga untuk mengatur/mendidik mereka khususnya dalam hal disiplin dan mengatur dirinya sendiri. Kalau anda melihat foto diatas (lantai bawah rumah dan anak-anak yang menetap) tampak “piring makan raksasa” milik mereka. Bukan bermaksud tidak manusiawi, tetapi itu adalah keputusan terbaik setelah mengalami beberapa kali perubahan dalam tata cara makan Berapa kali piring dan sendok makan akhirnya satu persatu hilang entah kemana, dari jumlah sesuai anak menjadi hampir tidak ada. Awalnya semua milik bersama, ternyata hilang satu persatu. Lalu dicoba masing-masing diberi piring dan sendok pribadi, ternyata hilang juga satu persatu. Maka ahirnya jadilah seperti sekarang, makan bersama di piring raksasa, tanpa sendok maka barulah si piring pun lebih tahan lama.


Berusaha Mandiri
Meski ada sejumlah donatur tetap dan dadakan/musiman yang sedia membantu tetapi Himmata tetap berusaha menanamkan kemandirian pada anak-anak didiknya. Oleh karena itu ada beberapa usaha yang sudah mulai dirintisnya. Mereka diajari membuat sabun cari untuk cuci piring dan mobil, bahkan sudah mulai dipasarkan ke umum. Selain itu mereka juga menerima perserta ujian-ujian paket dari sekolah-sekolah lain, yang ke depan akan dikenakan biaya. Dirumah kecil tempat berkarya juga sedang di usahakan membuat kerajinan-kerajinan yang dapat dijual, dan kebetulan sekali mereka mempunyai seorang ibu guru yang trampil dan kreatif dalam membuat prakarya.
Bukan hanya donatur penyumbang dana, tetapi ada beberapa orang lainnya yang menyumbang dalam bentuk jasa dan
peralatan. Seperti misalnya musisi Dwiki Dharmawan sedia mengajar musik, lalu beberapa waktu lalu mereka menerima bantuan 2 set angklung dari saung mang Ujo lengkap dengan pengajarnya yg datang secara rutin khusus untuk mengajar angklung. Meski demikian masih banyak hal yang mereka butuhkan untuk menunjang proses ajar mengajar. Himmata juga membuka kelas komputer untuk meningkatkan ketrampilan/kemampuan anak didiknya. Para pengajar adalah siapa saja yang bersedia bekerja sosial, termasuk para pendiri, teman-teman dan alumni.

3 Mei 2010

Jangan Memutus Asa Jika Kita Masih Punya Rasa

Permasalahan Sosial Anak Jalanan

Keberadaan anak jalanan merupakan fenomena sosial yang perlu segera ditingkatkan penanganannya secara serius. Sebab, jika permasalahan ini tidak segera ditangani akan menimbulkan dampak buruk dan dikhawatirkan akan timbul permasalahan sosial baru.

Situasi dan kondisi anak jalanan ini sangat keras dan membahayakan bagi kehidupannya, seperti ancaman kecelakaan, eksploitasi seks komersial, penyakit, tindak kekerasan, perdagangan anak dan lain sebagainya. Situasi keras & terkadang tidak bersahabat dari kondisi jalanan membuat anak yang ada dijalanan berada pada situasi yang rentan terpengaruh terhadap keberadaan dan keselamatannya. Situasi ini juga akan berdampak pada pemenuhan hak-hak anak pada umumnya seperti kelangsungan hidup, perlindungan, tumbuh kembang hingga harapan mereka untuk meraih cita-citanya. Untuk itu, pelanggaran bagi hak-hak anak merupakan tanggung jawab kita bersama.

Tidak lepas dari permasalahan tersebut, Himmata sebagai lembaga sosial yang turut bertanggungjawab terhadap permasalahan anak jalanan yang sudah berlangsung selama sepuluh tahun terus berupaya meningkatkan kualitas pembinaan dan pendidikan dengan berbagai cara, dari pemenuhan hak-hak secara umumnya hingga sebagai wadah untuk mengantarkan mereka kelak menggapai impiannya.


Terminal; Media untuk Meraih Impian, Menggapai Masa Depan Gemilang

Terminal (Temu Bareng Seniman Jalanan) adalah program rutin Himmata yang dilaksanakan tiga bulan sekali. program ini merupakan media untuk mengantarkan anak-anak jalanan menjadi lebih bermanfaat dan memiliki cita-cita untuk menggapai masa depan gemilang.

Terminal yang dilaksanakan pada hari Jum’at-Sabtu /2-3 April 2010 lalu di Gedung Sekolah Himmata merupakan acara terminal pertama ditahun 2010 yang selama ini sempat terhenti. Acara ini memang terkesan beda dari sebelumnya, dapat dilihat ketika seluruh proses pelaksanaan kegiatan langsung dikordinir oleh seluruh anak panti Himmata yang notabenya dulu adalah anak-anak jalanan, sebanyak 80 peserta yang merupakan anak-anak jalanan murni yang kesehariannya masih hidup di jalanan. Mereka semua hadir dari berbagai lokasi berbeda yaitu; Bogor, Klender, Tanah Abang, Pedongkelan dan Mambo-Priok.

Peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini. Ketika diawal acara mereka berkumpul bersama membuat kelompok dan kreasi yel-yel ysng ditampilkan secara bersama. Setelah itu, jum’at malam mereka mengikuti acara Training Motivasi ‘Kekuatan Impian” yang langsung dimotivatori oleh ketua Yayasan Himmata Bpk. Siswandi dan anak didik sdr. Roni (salah satu anak jalanan binaan Himmata yang sekarang sudah bekerja di perusahaan Asing). Sabtu pagi, seluruh peserta mengafirmasikan seluruh harapan dan impiannya dengan menggunting potongan-potongan gambar yang ada di majalah/surat kabar yang telah disediakan, haru dan penuh harap yang tergambar dari wajah mereka agar kelak potongan-potongan gambar yang ditempel diatas kertas tersebut dapat menjadi impian yang nyata bagi mereka. Bahkan tidak sedikit anak yang menempelkan gambaran keluarga yang berada di Baitullah Mekkah. Artinya tidak sedikit pula, harapan anak yang ingin sekali membahagiakan keluarganya untuk mengajak mereka naik haji. Subhanallah, maha suci engkau ya Allah.

Setelah itu, Sabtu siang seluruh peserta unjuk gigi dengan menampilkan kreasi musik mereka yang berbeda-beda. Dan suasana sangat meriah ketika salah satu peserta membawakan lagu dangdut, hampir seluruh panitia dan peserta ikut bergoyang demi meriahkan acara tersebut. Wow keren.

Diakhir acara, suasana sedikit berbeda, tetesan air mata mengalir dari setiap peserta ketika mereka harus meninggalkan sahabat-sahabat mereka yang sama-sama memiliki nasib yang sama yaitu hidup dijalanan untuk mecari sesuap nasi.

Setelah acara ini saya akan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik lagi, saya akan berhenti untuk turun kejalan lagi, dan saya akan melanjutkan pendidikan saya. Ungkap Kusyani (salah satu anak jalanan yang berasal dari Cakung-Jakarta Timur). Dan pada tanggal 19 April lalu dia telah masuk sekolah dan duduk dikelas VII SMP Himmata.

Selain itu, banyak lagi ungkapan harapan mereka setelah acara Terminal ini, bahkan ada sekitar 10 anak telah kembali ke sekolah dan mengenyam pendidikan di SD & SMP Himmata, Sesuai penuturan Bpk. Siswandi kepada Jendela Himmata, beliau mengatakan: acara ini bukan hanya sebagai acara formalitas belaka, harapan saya acara ini dapat mengubah mandset mereka agar nantinya tidak lagi turun ke jalan sehingga mau kembali ke sekolah dan dengan mudah mereka meraih cita-cita dan masa depan yang gemilang.

Selamatkan Mereka dan jangan pernah memutus asa jika kita masih punya rasa
Fenomena permasalahan anak jalanan dan harapan serta masa depan yang diungkapkan mereka pada acara Terminal yang telah dibahas sebelumnya merupakan kenyataan hidup yang ada ditengah-tengah masyarakat kita yang seharusnya perlu kita respon secara baik. Kerjasama dan saling berkordinasi diantara seluruh masyarakat yang mempunyai kepedulian dan rasa solidaritas tinggi, merupakan kunci suksesnya dalam menyelamatkan masa depan anak jalanan yang mungkin selama ini kita masih cuek dan masa bodo terhadap kelangsungan hidup dan masa depan mereka.

Anak jalanan seperti anak-anak lain umumnya yang memliki kebutuhan dasar yang menjadi haknya. Hanya saja yang membedakan selama ini mereka tidak mendapatkan kasih sayang dan kepedulian lebih dari seluruh pihak/ masyarakat. Bahkan, seringkali anak jalanan kita beri label (stigma) sebagai sampah masyarakat. Yang seharusnya bukan label itu yang mereka dapatkan melainkan kepedulian dan kasih sayang kita kepada mereka.

Mari bersama-sama kita selamatkan mereka agar menjadi lebih baik. Sehingga jika kepedulian dan kasih sayang telah mereka dapatkan dari seluruh pihak/ masyarakat, tidak mustahil mereka akan berhenti turun kejalan bahkan mungkin diantara sekian banyaknya anak jalanan akan ada yang menjadi pemimpin negeri yang sedang kacau ini dimasa akan datang. Oleh karenanya. Jangan pernah memutus asa mereka jika memang kita masih punya rasa.Udn